Kamis, 06 Oktober 2011

CINTA SEDERHANA

Kau terlihat berbeda dengan yang lain. Begitulah penilaian pertamaku ketika melihat penampilanmu. Ku lihat kau datang dengan sederhana di tengah mereka yang berbusana tuxedo dengan bangga. Ku lihat kau tak memakai sepatu mahal seperti mereka yang mungkin memesan sepatu produk luar negeri dengan kualitas asli.
Kau terlihat lebih tampan. Begitulah penilaian keduaku ketika mata ini melihat wajahmu. Aura ketampanan murni terpancar di bawah sinar bulan purnama. Tampak sempurna dengan senyuman manismu. Sorot mata yang meluluhtantahkan hati ini. Yang seakan-akan memberikan sengatan listrik teraneh ke jantungku. Membuatku merasakan indahnya panah amore. Hanya mampu ku pandangi keindahanmu.
Kau terlihat santun pada lawanmu. Begitu penilaian ketigaku ketika meihat polamu. Ku lihat kau dengan santai menghadapi lawan bicara, menatap mata mereka seakan menantang tapi juga menunjukkan sikap hormat. Anggun tapi maskulin, begitulah kau. Di balik kemeja sederhana menunjukkan kemampuan istimewa.
Ku rasa cukup tiga saja penilaianku terhadapmu. Seketika ku putuskan untuk mendekatimu. Ingin mengenalmu lebih dalam. Langkah ini terasa sangat jauh untuk mencapai tempatmu, karena aku merasa kecil dan tak bernilai ketika di hadapanmu. Dan aku malu untuk mengakuinya. Selangkah demi selangkah aku jalani. Semakin dekat denganmu semakin debar jantung ini melaju.
“Hai.” Sebuah awal yang sangat klasik. Namun hanya itu kata yang keluar dari mulutku, seakan semua kosakata yang aku miliki terhisap oleh bumi dan hanya itu yang tersisa. Kau tersenyum, membuatku semakin kehilangan kendali.
Selanjutnya, kau lah pemegang arah, penentu arah, dan aku mengikuti kemanapun arahmu berjalan. Seakan apa yang kau katakan adalah apa yang ingin aku katakan. Aku merasakan sebuah dé ja vu. Kita pun semakin melangkah jauh. Tak peduli apa kata mereka yang sepertinya iri dengan kedekatan kita.
Semua berjalan dengan lancar. Aku mencintaimu dengan sederhana, kau pun demikian. Di balik kesederhanaan itu kita menemukan kasih sayang yang teramat kaya, sebuah kehidupan dengan janji bahagia abadi.
Aku suka dengan caramu mencintaiku. Dengan segala perhatian kecilmu, tingkahmu yang lucu, dan sebuah aktifitas yang tak pernah aku duga sebelumnya, yang jarang sekali tersentuh oleh orang sukses sepertimu.
Mencintaiku selayaknya mencintai kebudayaan. Begitu katamu padaku suatu hari saat kita sedang menikmati masa di pinggir pantai berlatar matahari terbenam. Kau begitu mencintai budayamu. Aku tak merasa cemburu dengan cintamu yang terbagi, aku justru mendukung apa yang kau cinta. Karena bagiku ini adalah cinta yang unik.
Kau bermain bersama mereka dengan cinta, dengan hati. Kau menyentuh mereka dengan kasih, dengan sayang. Aku melihat sisi lainmu. Sisi lembut dari seorang laki-laki. Tak akan ada yang percaya jika kau adalah pemain karawitan di desamu sementara di kota kau adalah pengusaha kaya dan terkenal. Aku bangga dengan itu semua. Tak banyak yang tahu hal ini.
Kagum itu tumbuh menjadi cinta. Cinta itu berkembang menjadi ego tuk memiliki. Tak pernah terpikir olehku untuk mendapatkan cinta itu, mengisi ruang kosong di hatimu. Aku bahagia dan semakin bahagia dengan ucapan cinta mengalun dari mulutmu. Seperti mimpi di siang bolong. Namun aku nikmati itu semua.
Ingin selamanya seperti ini, merasakan kepakan sayap cinta dan angin semilir sayang yang tak pernah berakhir. Aku tak ingin berbagi ini dengan makhluk hawa yang lain. Biarlah mereka merasa iri terhadap apa yang aku miliki. Aku hanya membutuhkan rasa ini setelah sekian lama aku terpuruk dalam keadaan mati rasa. Mati rasa terhadap cinta dan kepercayaan pada orang lain. Dan hanya kau yang sanggup membuka mata hati ini, kau lah kunci dari kebahagiaan yang tersimpan di dalam sepi sedih selama ini. Tak akan aku biarkan yang lain menyakiti hatimu, tak akan ku biarkan mereka mengambilmu dariku.
Ku serahkan hidup dan cinta ini seutuhnya hanya untukmu. Untuk semua keunikan yang kau miliki, untuk semua persembahan hatimu padaku. Terima kasih, malaikat kecilku. Dengan kau lah aku tersenyum bahagia. Dengan kau lah aku mengarungi gelombang kehidupan. Dengan kau lah aku bertahan saat menahan terpaan badai. Dengan kau lah aku menopangkan jiwa ini saat aku limbung.


Untuk dia yang selalu ada dalam hati ini.

16 September 2011