Senin, 29 Oktober 2012

Sudah Lupa

Mmmm...
Aku sudah lupa rasanya mengucapkan, "Met ujian ya, Sayang. Jangan lupa berdoa. Semangat..!! :)"
Aku sudah lupa rasanya bahagia mendapatkan perhatian lebih dari kekasih.
Aku sudah lupa rasanya dimarahi karena kelakuan burukku.
Aku sudah lupa rasanya seseorang bertanya, "Sayang, sekarang dimana? Ngapain?"
Aku sudah lupa rasanya seseorang menenangkan hati dengan ucapan, "Sayang, tenang aja, aku ada untuk kamu. Masalah kamu itu masalahku juga. Jangan dipikir sendirian."
Aku sudah lupa rasanya rindu menanti pesan singkat atau telepon dari seorang kekasih.

Sudah cukup lama aku sendiri, sudah cukup lama aku diam.
Ada yang menggantikan posisinya, tapi sementara, tak cukup lama.
Bukan aku yang memintanya pergi, dia lah yang memutuskan untuk pergi hingga aku menghilangkan rasa itu.
Bukan aku tak ingin mencari penggantinya lagi, hanya saja hati ini masih belum siap menerima yang lain setelah kegagalan.

Tuhan, buka hati ini untuk menerima penggantinya.
Tuhan, palingkan hati ini dari dia yang telah menyakiti.
Tuhan, berikan penggantinya yang menenangkan aku.
Tuhan, aku masih menanti...

Rabu, 24 Oktober 2012

Cerita Pagi Hari



Ufuk masih gelap, menikmati sisa malam. Panggilan semesta pada Ilahi berkumandang menyejukkan hati. Ku gelar sajadah panjang, ku kenakan penutup aurat, pakaian tuk menyembah Ilahi. Sujudku sepenuhnya menyerahkan takdir. Dzikirku penuh setelah aku berusaha memeluh asa. Beningnya tetesan embun pagi seperti aku meneteskan air mata. Sadar akan kebesaran Tuhan dengan helaan napas panjang. Malu karena banyak keluh kesah, sedikit mengucap terima kasih pada-Nya. Tuhan, maafkan hamba-Mu ini... Hati ini masih terlalu sempit untuk berhenti mengeluh atas cobaan batin, terlalu kotor untuk mengucap syukur atas karunia tak terperi dari-Mu. Apalah daya ini, tak ingin aku menjadi manusia penuh topeng. Segunung masalah yang aku miliki tak sebanding dengan kekuasan Tuhan dengan memberiku banyak nikmat yang tak kusadari. Mungkin inilah cara Tuhan memberikan yang terbaik untukku. Kualitas kehidupan dengan jaminan surga bukanlah ganjaran sepele. Setumpuk rasa kesal pada umat-Nya bukanlah cara yang Ia mau agar aku menjadi lebih matang menghadapi hidup. Sabar dan ikhlas adalah kuncinya. 

Aku ini bukan manusia sempurna, sama dengan kalian kalian. Namun aku telah mencoba memahami kalian, tidakkah kalian ingin memahami aku? aku pun manusia yang ingin dimengerti, bukan sekedar boneka dengan kendali tak terelakkan, melawan keinginan untuk bebas.Tuhan lah yang mengerti bagaimana hati ini mencari satu saja rengkuhan hangat untuk sandaran batin yang telah lelah. Lelah dipermainkan oleh waktu dan rasa. Ingin rasanya kembali pada masa lalu, mencari kesalahanku, memperbaikinya, lalu menjali sejak awal. Aku sadar itu mustahil. Namun aku mencoba, mencoba tetap sadar bahwa Kau pengendali kehidupan ini, dengan napas yang Kau beri, aku bangkit. Mencoba memandang dunia dengan dua mata, satu hati. Inilah aku saat lemah tanpa sandaran, menunggu yang masih misteri, dan berkeluh kesah pada sebuh dinding sosial. Bukan sekedar menanti pangeran, tapi juga ksatria. Bukan sekedar mencari sandaran akan berbagai masalah kehidupan, tapi juga penopang saat aku lemah. 


Kamis, 18 Oktober 2012

Sebenarnya Dari Hati

Kemarin, kamu memberikan senyuman terindah itu lagi padaku. Membuatku bahagia dan merasa bahwa kita akan baik-baik saja. 
Hari ini, kau tunjukkan adegan itu di depanku. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat kau berjalan seiringan dengan dia. Dia adalah teman kita, teman yang baru saja kita kenal. Kau tak canggung untuk berjalan di sampingnya, berbincang menuju parkiran sepeda. Sementara aku di belakangmu, kau tak peduli. 
tak pernah kamu berani berjalan beriringan di sampingku di depan teman-teman. Kini kau berjalan dengannya di depan semua teman-teman kita. 
Tahukah kamu bagaimana hati ini dengan susah payah menguatkan diri sendiri?
Cuaca siang tadi benar-benar panas, matahari di atas kepala, emosiku di ubun-ubun. Melihat kau berusaha mengejar langkahnya, menyamakan posisi kaki kalian. 
Aku hanya menghela napas panjang, meminimalisir kemarahan hati. Di jalan lah aku mencurahkan kepuasan itu. Kebut-kebutan. Tak mau tahu dengan seseorang di balik punggungku mencengkram erat bajuku. 
Ahhhh...
Belajar ikhlas untuk melepaskan kamu itu sulit. Di satu waktu kamu memberiku semangat, namun di lain waktu kamu menjatuhkan aku dengan sikapmu. Tidak, aku tidak akan mengekangmu. Aku tidak akan meminta kamu untuk selalu ada untukku seperti janjimu dulu. Aku hanya butuh waktu untuk melepas keinginan hati memilikimu.
Hari ini aku mendengar banyak berita tentang kalian. Sepertinya kamu menikmati kedekatan kalian. Ya sudahlah, aku tidak ingin mengusik kebahagiaan kamu. Jika memang kamu bisa tersenyum dengan berita itu, bisa bahagia dengan seseorang yang lembut dan manis seperti dia, aku akan berusaha menerima kekalahanku.
Tapi jangan lagi kamu berharap aku akan memintamu untuk kembali di hadapanku. Aku hanya meminta kamu untuk tidak lagi menyentuh sedikitpun hatiku. Biarkan aku hilang dengan caraku. Biarkan aku menjaga hati ini dengan caraku. 
Terima kasih...
  

Belajar Iklas

Menjadi bagian yang terindah dalam hidupmu adalah harapan termustahil yang pernah aku tahu. Kau tak akan pernah bisa melepas masa lalumu, kau tak akan pernah bisa lari kenyataan bahwa ia telah menyakitimu. Cintamu yang terlampau besar untuknya menjadikan kamu buta akan kasih yang tersebar di sekitarmu. Tak pernah kau lihat aku yang sedekat mata dan hidung denganmu. 
Adakah kau merasakan apa yang aku rasakan? Bertahan untuk seseorang yang pernah menyakiti aku adalah hal yang jarang aku lakukan. Denganmu aku merasa dekat, merasa sempurna, merasa nyaman, dan merasa segalanya. Namun perasaan itu harus segera aku hindari karena kau masih saja bergelut dengan masa lalumu. 
Kini, ketika hati meronta menginginkan istirahat, aku melepasmu. Belajar untuk mengikhlaskan kepergianmu. 
Kau sibuk dengan hidupmu sendiri, tak pernah peduli padaku. Kau sibuk dengan urusanmu sendiri, tak pernah berubah. 
Jika kedekatan kita tidak memberikan perubahan positif padamu, itu artinya aku tak memiliki arti di hadapanmu. Mungkin masa lalumu lah yang mampu merubah segalanya. 
Jika kau terus bermimpi untuk bersamanya, kejarlah. Jangan hanya diam saja. Jika kau memang ingin melupakannya, lupakan. Jangan kau simpan potretnya. 
Setiap manusia memiliki konsekuensi ketika memilih sebuh pilihan. Kini aku memilih untuk pergi meninggalkanmu, meninggalkan setiap kenangan yang indah bagiku. Merelakan kepergianmu mungkin adalah keajaiban bagiku, karena aku harus belajar ikhlas melepasmu....

Minggu, 14 Oktober 2012

Ketika Semua Menjauh


Berkali-kali kamu sakiti aku tanpa sadar. Dengan ceritamu pada seorang temanku menjadikan aku berpikir ulang tentang apa yang telah aku lakukan untukmu. Dengan sejuta kasih aku berharap dapat menjadikanmu lebih baik, menuntunmu menjadi pribadi yang baru, yang sanggup menempuh hidup baru tanpa peduli dengan masa lalu, namun semua berantakan. Aku tak sanggup melakukannya. 
Kamu tetap dengan bayangan masa lalumu, masih mencintainya yang telah menghianatimu. Tak mudah untuk mendapatkan hatimu, dan aku rasa aku telah menyerah. Aku tak ingin lagi merasa sakit hati sementara kau tak pernah ingin tahu.
Kau tahu, saat kau mengatakan hal yang tersirat bahwa kau tak lagi berminat bicara denganku, aku sangat terpukul. Mungkin memang benar kau bercanda, namun aku tak berharap bercanda itu menjadi keterlaluan seperti itu. Berkali-kali kamu tidak konsisten dengan apa yang kamu katakan, apakah kau tidak sadar?

Perubahan sikapmu adalah kesakitan bagiku. Dulu kamu pernah berjanji padaku untuk selalu di sampingku, menjadi seperti yang aku butuhkan walau tak menjadi kekasihku. Aku suka saat kamu selalu ada untukku, aku suka sekali. Namun perlahan kamu berubah, kamu menjauh, tak lagi peduli pada setiap langkah yang aku ambil. Tak ada lagi kehangatan di antara kita. 
Mungkin kau bahagia dengan suaranya yang terkadang berdendang di telingamu, mungkin kau menemukan duniamu yang baru, hingga akhirnya melupakan aku yang membutuhkan sosokmu. Aku mengalah. Aku tersakiti. Aku kembali terpuruk. Tak ada yang tahu bagaimana kita saling dekat, saling memahami, dan saling menjaga dulu. Hingga akhirnya kau menghilang dari putaran hidupku. 
Aku punya banyak masalah saat ini, mungkin kau tak ingin tahu. Berkali-kali aku menangis, ingin berbagi denganmu, namun perubahanmu menjadikan aku tercegat untuk melakukannya. Aku merasa tak pantas lagi mencurahkan isi hatikuu padamu. 

Ada banyak hal yang telah aku lakukan untuk orang lain, namun tak pernah mendapat perhatian lebih, bahkan tak pernah dianggap ada. Apakah yang salah denganku?
Aku bukan ingin diakui, tapi aku ingin sedikit dihargai. Aku memang orang yang suka bercanda, namun aku masih memiliki sisi pribadi sensitif. 


Aku sebal dengan semua yang terjadi saat ini. Berkali-kali aku menangis, aku ingin sekali mendengar suaramu, mendengar nasihatmu yang singkat tapi mengena di hati. Namun tak aku lakukan itu.
Kini aku sadar, aku harus segera meninggalkanmu. Karena kau lah yang tak ingin aku pertahankan. Aku ingin hilang dari peredaranmu. Mungkin inilah satu-satunya cara untuk benar-benar melupakanmu.

Terima kasih untuk waktumu selama ini.
Selamat tinggal.
Biarkan saja aku menangis seperti ini tanpa ada yang tahu bahwa aku sakit. 

Rabu, 10 Oktober 2012

Pertanyaan Yang Tak Perlu Jawaban

Sudah dua bulan kegiatan KK-PPL berjalan. Ada banyak hal yang menjadi kenangan. Kenalan baru, pengalaman baru, dan yang pasti cerita baru. Cerita terbaru yang membuat aku sangat bingung adalah dekatnya kamu dengan seorang teman kita. Baru saja kita mengenal dia, tapi siswa bisa membaca gerak tubuh kalian, apakah benar yang dikatakan siswa bahwa kalian memiliki hubungan emosional?
Aku gerah mendengar setiap celetukan yang terlontar. Setiap kali ada yang bertanya, "Kamu cemburu?"
Aku  ingin sekali menghilang dari hadapannya daripada menjawab pertanyaan yang tak perlu aku jawab. Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu. Aku jawab, "Tidak." maka aku berbohong. Aku jawab, "Iya." aku tahu aku bukan seseorang yang berhak memiliki rasa itu. Karena itulah aku diam. Hanya tersenyum menanggapinya.
Rasanya tak ingin lagi ke sekolah itu, tapi aku harus profesional. Aku telah setuju dengan konsekuensi yang kita terima. Aku akan merasa cemburu melihat kedekatan kamu dengan dia. Semoga aku mampu menghadapi hari-hari yang panjang...
Semoga kamu pun bisa menjaga rasa ini...
Walau aku tahu, kelak kau tak akan menjadi milikku, tapi aku hanya ingin waktu tak berjalan secepat ini...
Ini terlalu cepat untuk aku rasakan. Aku masih belum siap...
Maafkan aku yang masih belum bisa melupakan rasa ini...
Maaf...
- V -