Rabu, 25 April 2012

Kisah Yang Sama

Kasih, coba kau baca suratku ini....
Hari ini setelah pertengkaran kita kemarin, kamu memutuskan aku. Aku memang telah menduga kamu pasti memikirkan hal ini. Kau tahu? Aku menangis sebelum berangkat kuliah, mendadak semangatku semakin hancur. Entah karena aku takut kehilangan kamu atau karena rasa sayangku yang begitu besar padamu. Aku tak ingin merasakan kehilangan untuk kesekian kalinya, sungguh itu adalah hal yang aku hindari dalam hidupku. Cukup sudah aku kehilangan Ayah dan seseorang yang pernah ada dalam hati ini. 
Malam minggu kemarin, sebenarnya aku ingin sekali kamu yang menemani aku walau jarak tak sedekat mata dan mulut. Namun email yang aku kirim tak kunjung mendapat balasan darimu meski kamu berada di rumah -pasalnya kalau di kampus kamu selalu sibuk dengan organisasi. 
Malam itu, malam yang bahagia untuk aku sekaligus malam yang membuatku sedih. Seorang teman dari masa lalu, hadir dalam kembali dalam kehidupanku. Tahun lalu, ketika kita masih menjalin hubungan seumur jagung, datanglah ia, laki-laki pembawa bahagia dan tawa saat aku terpuruk karena sifatmu. Bersama dia aku merasa terbang dan menjadi layaknya perempuan. Apa yang tidak aku dapatkan darimu telah aku dapatkan darinya, hingga aku pernah melupakan kebahagiaan yang pernah kau berikan untukku. Aku telah kehilangan perhatian dan kasih sayangmu, aku telah kau buang seolah aku tak berarti bagimu. Kau telah mengiyakan padaku bahwa kau memilih sahabat dan organisasi daripada memilih aku atau memilih ketiganya.
Aku mendapatkan perhatian dan kasih sayang darinya, menjadikan aku berpaling darimu walau kita ta berpisah. Namun selang berapa hari selama kita tanpa komunikasi dan aku semakin dekat dengannya, kamu menghubungiku dan mengatakan 'kita putus'. Aku terpuruk saat itu, dan dia selalu ada untukku. Namun Tuhan berkata lain, sejalannya waktu, dia pun pergi, kubiarkan ia memilih seseorang yang telah menunggunya. Aku pun menekuri diri, mengingat mengapa aku kehilanganmu. Kusadari saat itu juga, bahwa mengiyakan permintaanmu untuk putus adalah hal bodoh. Ternyata aku masih sayang padamu, bayangmu, senyummu, marahmu, dan kepolosanmu menjadikan aku rindu setengah mati. Kita pun kembali.
Sekarang, pada malam minggu kemarin, dia kembali hadir dalam kehidupanku, saat aku jenuh dengan sifatmu yang tak kunjung berubah. Dia, seperti biasa, selalu bisa menghadirkan suasana ceria. Jujur saja, hatiku masih bergetar saat di dekatnya. Menatap matanya seakan tak ingin lagi jauh darinya. Andai saja aku bisa memiliki hatinya, sungguh aku merasa menjadi perempuan beruntung.
Sisi baikku berkata untuk tidak berpaling darimu hanya karena dia yang hadir kembali di antara kita. Sisi burukku mengatakan untuk meninggalkanmu karena tak kulihat perubahan darimu bahkan kupikir kau tak akan merasa sakit hati kehilangan aku. Kau tahu, Kasih? Aku merasa bahagia seperti tahun lalu saat pertama bertemu dengannya. Hari ini, aku sadar, kejadian yang sama telah terjadi.
"Aku jenuh - Dia hadir - Kau memutuskan aku"
Tak kuasa aku menahan tangis, kutuang semua padanya. Dengan caranya menenangkan aku, dia mengatakan padaku untuk sabar dan dia selalu ada di dekatku untuk aku. Betapa aku merasa terharu, Kasih.
Tidakkah kau ingin membahagiakan aku, Kasih?
Mengapa kau selalu saja gampang mengucap kata 'putus' di tengah perbedaan?
Jangan kau pikir aku hanya kecewa padamu. Dengan siapa pun aku kelak, rasa kecewa itu pasti akan ada di setiap kesalahan karena tak ada yang sempurna di dunia ini. Kesalahan bukan untuk dihindari tapi dihadapi dan diperbaiki. Tahukah kamu, bahwa untuk mencapai perbaikan itu pasti akan sesuatu yang dikorbankan.
Entahlah, Kasih...
Apa yang sedang kau pikirkan
Aku rasa aku tak pernah ada di hati dan pikiranmu.
Aku tahu, sahabat dan organisasi adalaha yang terpenting bagimu. Maka nikmatilah saja....
Tak akan aku mengahalangimu.
Dia, sang pemberi senyuman, adalah bintangku.
Kamu, sang penjaga hati ini, adalah matahariku.

Tidak ada komentar: